Jakarta, 09 Desember 2024 - Harvey Moeis dituntut penjara selama 12 tahun serta denda Rp 1 miliar dalam kasus korupsi tata niaga timah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menyatakan Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Dalam tuntutannya, JPU juga menegaskan bahwa Harvey harus membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Jika Harvey tidak mampu membayar uang tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi kerugian tersebut. Apabila tidak ada harta yang mencukupi, maka sisa kewajiban itu akan diganti dengan hukuman penjara selama 6 tahun.
Jaksa menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan tuntutannya. Hal yang memberatkan antara lain perbuatan Harvey tidak mendukung program pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bebas korupsi. Perbuatan tersebut juga telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga mencapai Rp 300 triliun. Selain itu, Harvey memperoleh keuntungan pribadi sebesar Rp 210 miliar dan memberikan keterangan yang tidak konsisten di persidangan.
Namun, hal yang meringankan adalah Harvey belum pernah dihukum sebelumnya.
Dalam kasus ini, Harvey Moeis diduga menerima uang hingga Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim. Dana tersebut berasal dari kegiatan yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Harvey dan Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Uang tersebut digunakan untuk membeli barang dan properti pribadi, seperti tanah, rumah mewah di berbagai lokasi, mobil mewah atas nama perusahaan orang lain, serta membayar sewa rumah di Australia. Selain itu, uang yang diterima Harvey juga digunakan untuk membelikan 88 tas mewah dan 141 perhiasan eksklusif untuk istrinya.
Biaya pengamanan dari pengolahan timah yang didapat dari smelter swasta, seperti CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa, dicatat sebagai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (CSR) perusahaan. Uang tersebut kemudian digunakan oleh Harvey untuk kepentingan pribadi maupun operasional perusahaan yang dikelola melalui PT RBT.
Kasus ini menunjukkan kompleksnya praktik korupsi dalam tata niaga timah, yang melibatkan berbagai pihak dan perusahaan swasta. Penanganan kasus ini menjadi salah satu upaya serius untuk menegakkan keadilan serta membangun tata kelola yang transparan di sektor bisnis dan industri timah Indonesia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok