Repelita, Jakarta - Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyarankan pemerintah untuk menarik pajak yang lebih tinggi dari orang-orang kaya sebagai alternatif untuk menambah sumber pendapatan negara. Langkah ini dinilai lebih bijaksana daripada menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang diperkirakan akan semakin menyulitkan masyarakat menengah ke bawah.
Tokoh GNB, sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk menarik pajak lebih tinggi dari orang kaya. Ia mengungkapkan bahwa bocoran-bocoran mengenai langkah tersebut sudah banyak beredar dan pemerintah seharusnya dapat melakukannya.
"Pajak yang lebih tinggi untuk orang-orang kaya bisa menjadi salah satu sumber pendapatan negara," ujar Erry dalam konferensi pers GNB secara daring pada Sabtu (28/12/2024).
Erry juga menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024, merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, ia menilai kebijakan ini perlu ditinjau kembali karena diterapkan di tengah kondisi daya beli masyarakat yang lemah dan banyak yang kehilangan pekerjaan.
"Karena itu kami menyarankan pemerintah untuk mencari sumber pendapatan lain, salah satunya dengan memajaki orang kaya lebih besar," lanjut Erry.
Sebelumnya, tokoh-tokoh bangsa dan agama yang tergabung dalam GNB juga meminta pemerintah untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN 12 persen. Mereka berpendapat kebijakan tersebut akan semakin menyulitkan masyarakat menengah ke bawah yang sudah menghadapi masalah daya beli yang lemah.
Tokoh GNB, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, mengungkapkan bahwa kenaikan PPN 12 persen tidak hanya akan menyulitkan masyarakat, tetapi juga dapat menyebabkan inflasi dan memperburuk kompleksitas masalah yang ada, sehingga berpotensi menimbulkan gejolak sosial.
"Pada gilirannya kebijakan ini akan melemahkan daya tahan bangsa," kata Alissa.
GNB berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan tersebut secara holistik, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha. Mereka juga menilai bahwa hilangnya pendapatan negara sekitar Rp75 triliun akibat pembatalan rencana kenaikan PPN dapat disikapi dengan kreativitas pemerintah dalam mencari sumber pendapatan alternatif dan melakukan efisiensi anggaran.
"Evaluasi kebijakan ini untuk memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak hanya menjaga keseimbangan penerimaan dan pengeluaran negara, tetapi juga memperkuat ketahanan bangsa," jelas Alissa.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok