Repelita Jakarta - Isu terkait bukti-bukti yang diklaim dimiliki oleh Hasto Kristiyanto kembali memicu sorotan dari perspektif hukum.
Pakar hukum pidana, Hery Firmansyah, menilai bahwa jika memang ada bukti yang relevan terkait tindak pidana, langkah yang tepat adalah melaporkannya secara resmi kepada aparat penegak hukum.
“Ketika ada seseorang mengetahui adanya dugaan tindak pidana, kan kewajiban hukumnya adalah memberikan kesaksian, menginformasikan kepada aparat penegak hukum,” ungkap Hery.
Transparansi dalam hal ini penting untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan tidak dimanfaatkan sebagai alat politik. Hery menegaskan bahwa seseorang yang mengetahui adanya dugaan tindak pidana memiliki kewajiban untuk memberikan informasi tersebut kepada aparat berwenang, sesuai dengan prinsip hukum pidana.
Namun, jika bukti tersebut tidak disampaikan dengan segera dan malah digunakan untuk kepentingan tertentu, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa proses hukum dijadikan alat tawar-menawar atau penyanderaan politik.
“Kalau ternyata mengetahui, tapi kemudian tidak disampaikan, apakah ini untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu merah putih, atau kepentingan sesaat hanya untuk menangkis serangan sesaat saja?” ujar Hery.
Pakar hukum ini juga menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya merugikan keadilan, tetapi juga mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Di sisi lain, penting juga untuk menguji validitas bukti yang diklaim. Apakah bukti tersebut memenuhi kualifikasi sebagai alat bukti yang sah di pengadilan atau hanya menjadi narasi untuk memperkuat posisi politik?
“Dari kacamata hukum, kita sangat menyayangkan kalau sampai pilihan untuk tidak menyampaikan informasi itu adalah menunggu momentum, menunggu untuk diserang atau tidak diserang,” jelas Hery.
Isu ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai waktu pengungkapan bukti. Mengapa bukti tersebut tidak disampaikan lebih awal jika memang memiliki dampak besar bagi perbaikan sistem hukum?
Penundaan ini menimbulkan spekulasi bahwa bukti tersebut sengaja disimpan untuk menunggu momentum tertentu, yang dapat memperkuat kesan adanya permainan politik di baliknya.
“Kan jadi bahasa sandra-menyandra kepentingan yang dari dulu pernah kita dengar itu menjadi seakan-akan nyata begitu, ya,” tegas Hery Firmansyah. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok