Repelita Jakarta - Bareskrim Polri menetapkan dua tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pembangunan dan pengelolaan Hotel Aruss di Semarang, Jawa Tengah. Kasus ini diduga melibatkan dana dari bandar judi online dengan total transaksi mencapai Rp103 miliar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, menyebutkan bahwa dua tersangka yang ditetapkan adalah korporasi PT AJP dan seorang individu berinisial FH. FH diduga menjadi pemodal utama pembangunan Hotel Aruss tersebut.
"Kami telah menetapkan dua tersangka, yang pertama adalah korporasi PT AJP yang berkantor di Hotel Aruss di Semarang. Tersangka kedua adalah FH. Keduanya telah memenuhi dua alat bukti yang sah untuk kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka," kata Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Helfi menjelaskan bahwa PT AJP berperan sebagai penampung dana yang dikirimkan oleh FH untuk pembangunan hotel. Selain itu, PT AJP juga mengelola Hotel Aruss dan mengirimkan keuntungan dari pengelolaan tersebut kembali ke FH. "Rekening PT AJP menunjukkan adanya transaksi keuangan yang berasal dari FH. Dana tersebut digunakan untuk membangun Hotel Aruss," jelasnya.
Dalam proses penyidikan, ditemukan lima rekening penampung yang digunakan untuk menerima aliran dana dan mengirimkan keuntungan kepada FH atau PT AJP. Rekening tersebut masing-masing atas nama R, RS, MG, dan dua rekening atas nama KB. "Rekening-rekening ini adalah penampungan yang digunakan untuk mentransfer dana kepada FH maupun PT AJP," tambah Helfi.
Berdasarkan penyelidikan, aliran dana dari FH ke PT AJP berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2022, dengan total transaksi mencapai Rp40 miliar untuk pembangunan Hotel Aruss. Barang bukti yang disita berupa catatan transaksi dari rekening penampung ke rekening FH senilai Rp103,2 miliar. "Sebanyak 17 rekening telah kami blokir, dan 15 di antaranya telah kami tarik dan pindahkan ke rekening Bareskrim Polri," ungkap Helfi.
Helfi juga mengungkapkan bahwa FH belum ditahan karena sedang dirawat di rumah sakit akibat menderita stroke. Namun, kondisi tersebut tidak menghentikan proses hukum. "Sesuai dengan KUHAP, penahanan tidak wajib, sehingga penyidikan tetap berjalan," katanya.
Atas perbuatannya, PT AJP dikenakan Pasal 6 juncto Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 27 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 303 KUHP. "PT AJP sebagai korporasi diancam denda sebesar Rp100 miliar," tegas Helfi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok