Repelita, Tangerang - Tokoh masyarakat Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Haji Jabir, menceritakan pengalamannya didatangi oleh orang-orang yang diduga suruhan dari pengembang PIK 2, Agung Sedayu Group, yang memaksa dirinya untuk menjual tanah dengan harga sangat murah, yaitu Rp50 ribu per meter.
Haji Jabir mengungkapkan bahwa pihak pengembang menggunakan calo dan orang-orang yang ia sebut sebagai preman untuk mendekati warga, termasuk dirinya. Ia menceritakan bahwa dirinya diminta untuk menjual tanah empang dan sawah miliknya seharga Rp50 ribu per meter. Namun, harga tersebut menurutnya sangat tidak masuk akal.
"Saya diminta jual tanah seharga Rp50 ribu per meter, tapi yang datang itu bukan pembeli langsung. Mereka pakai calo, bahkan ada yang datang malam-malam pakai masker. Bahasanya enggak maksa, tapi begini, 'Pak Haji, ada yang belum dijual emangnya?' Saya bilang, saya enggak mau jual Rp50 ribu. Masa segitu, mau beli apa?" ujar Haji Jabir.
Jabir menjelaskan bahwa orang-orang yang mendatangi warga tak segan mengaku bertugas sebagai perantara. Mereka dijanjikan imbalan jika berhasil meyakinkan atau menekan pemilik tanah untuk menjual tanah mereka.
"Kadang saya tanya, 'Ente yang mau beli?' Mereka jawab bukan, cuma disuruh sama pihak PIK. Ada yang datang pakai hitam-hitam, ada juga yang bawa notaris. Tapi siapa mereka sebenarnya, kami enggak tahu," ungkap Jabir.
Meski tidak ada ancaman fisik secara langsung, kehadiran mereka memberikan tekanan dan keresahan bagi warga sekitar. Jabir menyebutkan bahwa meskipun tidak menjual tanahnya, beberapa lahan miliknya sudah terdampak oleh pengurukan yang dilakukan untuk kepentingan proyek PIK 2.
"Tambak saya enam meter terdampak pengurukan juga. Empang nya sih enggak saya jual, tapi mereka timbun kalinya dulu. Saya enggak mau jual empang saya, orang dibeli murah. Ntar saya usaha gimana? Saya butuh makan," kata Jabir.
Menurut Jabir, penimbunan anak sungai ini tidak hanya menyangkut tanah pribadi, tetapi juga berdampak pada kehidupan warga desa. Ia mengungkapkan bahwa rumah-rumah warga juga terancam digusur untuk kepentingan proyek tersebut.
"Jangankan tambak, rumah-rumah di sini katanya juga mau digusur. Mereka seperti nakut-nakuti. Yang datang ke sini macam-macam, ada yang ngaku bagian lapangan dari PIK. Bahkan ada yang bukan orang sini, kayak potongan Chinese, bilangnya dari pengembang. Tapi benar atau enggaknya kita enggak tahu," imbuhnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok