Repelita Jakarta - Isu pagar laut di Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) kembali memanas dan menjadi sorotan nasional. Kali ini, mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu, menyentil sosok Luhut Binsar Pandjaitan yang disebut tidak terlihat di tengah kontroversi tersebut.
Sindiran ini bermula dari respons Said Didu terhadap unggahan seorang netizen di platform X yang mempertanyakan keberadaan Luhut. "Beliau adalah pembina organisasi Apdesi yang Ketua dan anggota loyalnya adalah Kades di Wil PIK-2," tulis Said Didu di akun X pribadinya, @msaid_didu (26/1/2025).
Pernyataan ini langsung memantik diskusi hangat di kalangan warganet, menambah daftar panjang kritik terhadap kasus ini. Sebelumnya, unggahan akun X @Tan_Mar3M memuat foto Luhut dengan kalimat sindiran, "Dear damkar. Kawan ini gak keliatan sejak ribut pager laut," yang telah mendapat lebih dari seribu retweet.
Polemik pagar laut ini mencuat setelah dugaan penyalahgunaan ruang publik dan penerbitan sertifikat ilegal di kawasan PIK-2 mencuri perhatian. Banyak pihak menyerukan pemerintah untuk mengusut kasus tersebut hingga ke ranah pidana.
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolkam), Mahfud MD, turut memberikan pandangannya terkait kasus ini. Ia menilai bahwa penanganan pemerintah sejauh ini belum menyentuh esensi hukum yang lebih serius. "Kasus pemagaran laut seharusnya segera dinyatakan sebagai kasus pidana, bukan hanya ramai-ramai membongkar pagar," ujar Mahfud melalui akun X-nya, @mohmahfudmd (25/1/2025).
Mahfud juga mengkritisi lambatnya aparat penegak hukum dalam menyelidiki kasus ini, meski sudah ada indikasi kuat tentang tindak pidana, seperti penyerobotan lahan, penerbitan sertifikat ilegal, serta dugaan kolusi dan korupsi. "Di sana ada penyerobotan alam, pembuatan sertifikat ilegal, dugaan kolusi-korupsi," tegas Mahfud. Ia bahkan mencurigai adanya keterlibatan "orang besar" di balik lambannya penuntasan kasus ini.
Banyak pihak, termasuk masyarakat dan aktivis, mendesak agar kasus pagar laut ini segera diselesaikan dengan tegas. Mereka menilai bahwa perampasan ruang publik dengan cara ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciderai rasa keadilan masyarakat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok