Repelita Tangerang - Satu per satu kejanggalan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut Tangerang mulai terkuak. Terbaru, Nasarudin, warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, mengungkap adanya kepemilikan SHGB atas nama anaknya yang tidak sesuai.
Nasarudin menyebut, nama anaknya, Nasrullah, tercatat sebagai pemilik SHGB di area pagar laut Tangerang dengan luas lahan 1,4 hektar. Dalam keterangan sertifikat, disebutkan bahwa lahan tersebut merupakan warisan. "Ini keterangan waris. Berarti saya sudah dianggap mati. Padahal saya masih hidup," kata Nasarudin.
Ia mengaku baru mengetahui adanya SHGB atas nama anaknya itu belakangan ini. Nasarudin menegaskan bahwa sertifikat tersebut tidak benar karena dirinya tidak memiliki lahan di area laut. "Saya sama sekali tidak punya lahan, se-meter pun tidak. Di darat pun tidak punya, apalagi di laut," tegasnya.
Nasarudin merasa dirugikan dengan penerbitan SHGB tersebut. "Saya tidak terima ini," ujarnya. Ia juga mengungkap bahwa pihak kelurahan tiba-tiba meminjam KTP anaknya tanpa penjelasan. "Diambil begitu saja. Tahu-tahunya begini, muncul SHGB atas nama anak saya," tandasnya.
Henri Kusuma, tim advokasi warga, mengungkap bahwa masalah SHGB tidak hanya terjadi pada anak Nasarudin. "Di Desa Kohod ada beberapa pecahan sertifikat yang bermasalah," katanya. Henri menuding Kades Kohod mengerahkan warga untuk memproses sertifikat secara tidak sah. "Warga dibohongi, dimintai KTP untuk dibuatkan PM 1. PM 1 ini diurus kades dan kroni-kroninya. Salah satunya, anak Nasarudin, diminta KTP tanpa sepengetahuan untuk dibuatkan SHGB. Dibuatkan surat keterangan waris, seolah-olah ayahnya sudah meninggal," ungkap Henri.
Di sisi lain, Khaerudin, perwakilan warga, mengaku telah melaporkan masalah sertifikat HGB dan SHM di area pagar laut ke Kementerian ATR/BPN dan KPK pada 10 September 2024. "Kami sudah melapor ke ATR dan KPK. Kami juga audiensi dengan staf ATR/BPN. Mereka mengatakan tidak tahu, padahal kami sudah membawa bukti, termasuk foto pagar laut dan sertifikat," kata Khaerudin.
Khaerudin menjelaskan, salah satu sertifikat yang dibawa sebagai bukti atas nama Nasrullah. "Sertifikat itu menyebut Nasrullah sebagai ahli waris, padahal ayahnya masih hidup. Bukti-bukti sudah kami laporkan," paparnya.
Terkait pembatalan 50 SHGB dan SHM oleh Menteri ATR/BPN, Khaerudin menyambut baik keputusan tersebut. "Kami sangat berterima kasih. Namun, jangan hanya dibatalkan, kami mohon pihak yang terlibat ditindak. Ini sudah menjual laut milik negara," ungkapnya.
Khaerudin juga menentang keras klaim bahwa pagar laut di pesisir Tangerang adalah hasil swadaya masyarakat. "Itu bohong, hoaks. Kami sebagai warga bisa memastikan narasi itu tidak benar," tegasnya. Ia menyebut bahwa yang menyampaikan klaim tersebut adalah staf desa, bukan nelayan. "Kami sakit hati. Staf desa yang mengaku nelayan itu tidak mewakili kami," tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari Kades Kohod terkait masalah ini.
Klaim Kades Kohod bahwa area pagar laut Tangerang dulunya empang akhirnya terbantahkan. Bukti satelit tahun 1995 menunjukkan bahwa sejak tahun tersebut hingga 2025, tidak ada empang atau tanah di deretan laut samping Desa Kohod. Justru, satelit terbaru menampakkan pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer.
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa pembatalan sertifikat HGB dan SHM dilakukan setelah memeriksa dokumen yuridis, prosedur administrasi, dan kondisi fisik material tanah. "Kami memastikan proses pembatalan dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur," ujarnya.
Nusron juga menjelaskan bahwa jika terdapat pelanggaran pidana, sanksi akan diberikan. "Bagi pejabat kami, ini disebut maladministrasi karena dianggap tidak cermat. Inspektorat sudah memeriksa semua pihak terkait," tambahnya.
Kementerian ATR/BPN berkomitmen meningkatkan pengawasan dan ketelitian dalam proses verifikasi. "Dengan aplikasi Bhumi ATR/BPN, kesalahan tidak bisa disembunyikan. Semua orang bisa mengakses data dan menjadi kontrol sosial," tutup Nusron. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok