Repelita Jakarta - Refly Harun mengkritisi kunjungan kerja Komisi IV DPR RI ke Swedia untuk mempelajari program makan siang bergizi.
Menurut Refly, langkah tersebut tidak relevan dan terhitung menghamburkan anggaran negara.
“Tidak masuk akal, masih ya? Republik Indonesia yang penduduknya 207.280.000, lalu studi bandingnya ke Swedia, negara seuprit. Ya, dari sisi manajemennya saja sudah enggak masuk akal. Tidak Apple to Apple,” ujarnya.
Studi banding yang telah berlangsung pada 19-22 Mei 2024 ini melibatkan delegasi besar, termasuk Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR, perwakilan kementerian, Badan Pangan Nasional, serta PT Pupuk Indonesia.
Selain mempelajari program makan siang gratis di Swedia, delegasi juga mengeksplorasi kerja sama di bidang peternakan, perikanan, dan kehutanan sosial.
Namun, Refly menilai bahwa kunjungan ini tidak tepat jika dibandingkan dengan kondisi Indonesia yang memiliki populasi jauh lebih besar dan tantangan yang berbeda.
Swedia, dengan populasi sekitar 10 juta jiwa, dianggap tidak bisa menjadi acuan langsung bagi Indonesia yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk.
Refly menilai program makan siang gratis di Swedia berhasil karena negara tersebut memiliki sumber daya yang melimpah dan manajemen yang baik, sesuatu yang masih menjadi tantangan di Indonesia.
Ia juga mengkritik besarnya rombongan yang mengikuti studi banding ini. Menurutnya, kunjungan semacam ini sering kali tidak memberikan manfaat signifikan bagi negara, tetapi justru digunakan sebagai ajang jalan-jalan yang dibiayai negara.
Refly menyarankan agar pembelajaran seperti ini cukup dilakukan melalui presentasi dari perwakilan Swedia atau menggunakan teknologi komunikasi tanpa harus mengirim delegasi besar ke luar negeri.
Studi banding ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengelolaan anggaran negara, terutama dalam kondisi ekonomi yang membutuhkan efisiensi.
Refly juga mengingatkan bahwa kunjungan semacam ini sering kali berujung pada pemborosan anggaran tanpa dampak nyata terhadap perbaikan kebijakan di dalam negeri.
Sebagai langkah alternatif, Refly menyarankan agar pemerintah dan DPR lebih memprioritaskan kebijakan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
Efisiensi anggaran seharusnya menjadi fokus utama, terutama untuk program-program yang menyangkut kesejahteraan rakyat.
“Itu ya, yang begini-begini, itulah kelakuan DPR, ya, dengan rombongan yang super besar. Kadang-kadang anak dan istri pun ikut, walaupun tidak ikut berfoto,” gamblang Refly Harun. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok