Repelita Jakarta - Tarif pajak kendaraan mulai tahun 2025 menjadi beban berat bagi masyarakat, terutama jika terjadi keterlambatan pembayaran. Kebijakan baru terkait opsen pajak membuat nominal denda berlipat-lipat dan memicu kekhawatiran.
Sebelumnya, denda keterlambatan pembayaran pajak kendaraan hanya mengacu pada pokok Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Namun kini, masyarakat juga akan dikenai denda opsen sebesar 66 persen dari pokok PKB berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022.
Ecky Oktavian Wijayanto, Kasubbid Penetapan PKB Bapenda Jawa Tengah, menjelaskan bahwa denda opsen tidak sama dengan denda PKB akibat keterlambatan pembayaran.
"Ada denda opsen, yaitu ketika masyarakat terlambat membayar pajak terutang. Jika sebelumnya hanya terkena denda PKB dan SWDKLLJ, setelah opsen berlaku masyarakat juga akan kena denda opsen," jelas Ecky di Semarang, 1 Februari 2025.
Ecky menyebutkan besaran denda opsen dihitung per bulan sebesar satu persen dari nilai opsen. Artinya, masyarakat yang terlambat membayar pajak terutang kini harus melunasi pokok PKB, denda PKB, pokok SWDKLLJ, denda SWDKLLJ, pokok opsen PKB, serta denda opsennya.
Kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor ini mulai diberlakukan sejak 5 Januari 2025. Aturan tersebut merupakan amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
"Komponen opsen telah resmi masuk dalam struktur komponen pajak yang tertera di STNK," jelas Ecky.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Keuangan, opsen bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Meski tarif PKB maksimal diturunkan dari dua persen menjadi 1,2 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), penambahan opsen sebesar 66 persen tetap meningkatkan beban pajak.
Selain itu, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) juga turun dari 20 persen menjadi 12 persen dari DPP, tetapi tetap dikenakan opsen sebesar 66 persen dari nilai BBNKB terutang.
Komponen lain seperti SWDKLLJ sebesar Rp143.000 serta biaya administrasi tidak mengalami perubahan dalam kebijakan baru tersebut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok