Repelita, Jakarta - DPR Filipina akhirnya menyetujui pemakzulan terhadap Wakil Presiden Sara Duterte. Keputusan ini diambil dalam voting pada sidang majelis rendah DPR Filipina, Rabu (05/02/25), setelah lebih dari sepertiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau total 215 anggota menyetujui mosi tersebut. Ketua DPR Filipina, Martin Romualdez, menyatakan bahwa pemakzulan ini merupakan langkah tegas atas pelanggaran yang dituduhkan kepada Duterte.
Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, seorang pemerhati telematika, multimedia, dan AI independen, menyoroti perkembangan ini sebagai fakta yang tidak terbantahkan. Menurutnya, pemakzulan ini bukan hanya 99,9% tetapi sudah 1000% fakta yang terjadi pada Rabu ini. Namun, Suryo menegaskan bahwa peristiwa tersebut belum terjadi di Indonesia, melainkan masih berlangsung di negara tetangga Filipina. Ia pun mempertanyakan apakah Indonesia nantinya akan mengikuti langkah Filipina dalam hal pemakzulan pejabat tinggi. “Sebagian netizen ada yang mengatakan ‘Wallahualam,’ namun tidak sedikit juga yang berucap ‘InshaaAllah,’” ujar Suryo.
Sejarah Filipina menunjukkan bahwa negara ini memiliki perjalanan panjang sejak masa kolonial. Negara yang terdiri dari 7.641 pulau ini pernah mengalami pendudukan Spanyol sejak 27 April 1565 dan sempat diduduki Britania Raya pada 30 Oktober 1762. Filipina merdeka dari Spanyol pada 12 Juni 1898 sebelum kemudian diakusisi Amerika Serikat melalui Perjanjian Paris pada 10 Desember 1898. Setelah melalui berbagai fase, Filipina akhirnya menjadi republik pertama kali dengan Konstitusi Malolos pada 21 Januari 1899 dan memperoleh kemerdekaan penuh dari Amerika Serikat pada 4 Juli 1946.
Filipina juga dikenal memiliki hubungan sejarah dengan kerajaan Sriwijaya berdasarkan temuan lempeng tembaga di dekat Manila yang menunjukkan bahwa negara tersebut pernah berada dalam pengaruh kerajaan yang sama dengan Indonesia pada masa lalu. Meski demikian, hubungan ini masih menjadi polemik bagi sejarawan.
Di masa kini, Filipina adalah negara industri baru yang tengah bertransisi dari sektor pertanian ke sektor jasa dan manufaktur. Sebagai anggota pendiri berbagai organisasi internasional seperti PBB, ASEAN, dan WTO, Filipina menghadapi tantangan demokrasi yang unik. Kasus korupsi besar yang sempat mencoreng pemerintahan Ferdinand Marcos dan Imelda Marcos kini menjadi sejarah yang dikenang masyarakat.
Namun, kampanye rebranding keluarga Marcos yang dilakukan Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr., anak dari pasangan tersebut, berhasil membangun citra baru dengan menggambarkan masa pemerintahan ayahnya sebagai era keemasan Filipina. Strategi kampanye digital yang masif serta kolaborasi politik dengan keluarga Duterte turut menjadi faktor kemenangan Marcos Jr. yang dilantik pada 30 Juni 2022 bersama Sara Duterte sebagai wakil presiden.
Belakangan, Duterte menghadapi tuduhan berat terkait penyalahgunaan dana publik hingga dugaan rencana pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand Bongbong Marcos Jr. Tuduhan tersebut menjadi dasar mosi pemakzulan yang kini menunggu keputusan akhir dari para senator Filipina. “Langkah Filipina ini menunjukkan sikap tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat tinggi, termasuk jika tindakan mereka tidak patut dan melanggar undang-undang,” tambah Suryo.
Menurutnya, situasi ini dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia. Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes juga menyinggung bagaimana strategi kampanye digital dan disinformasi yang digunakan di Filipina memiliki kemiripan dengan metode kampanye di Indonesia, termasuk gaya komunikasi yang menghindari debat publik.
“Mungkin hanya tinggal menunggu waktu yang tepat, seperti menunggu takdir Tuhan, namun kita tidak boleh lengah dan harus waspada,” pungkas Suryo.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok