Repelita, Setiamekar - Warga Cluster Setia Mekar 2 di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, digusur meskipun memiliki sertifikat hak milik (SHM) tanah. Eksekusi pengosongan dilakukan atas perintah dari Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang.
Pendiri sekaligus warga cluster, Abdul Bari, menilai pengosongan tersebut salah. Ia menyebut bahwa keputusan Pengadilan Negeri Cikarang bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang dalam jabatan. “Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Cikarang itu bisa masuk kategori abuse of power, kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan,” ujarnya saat dihubungi.
Abdul Bari menjelaskan bahwa dalam keputusan yang merujuk pada nomor 128 Pengadilan Negeri Kota Bekasi tidak ada perintah untuk melakukan pengosongan lahan. "Keputusan yang ada hanya menyatakan bahwa Abdul Hamid adalah pemilik satu-satunya atas sertifikat 325, namun pada kenyataannya, sertifikat tersebut tidak pernah dibalik nama," katanya.
Polemik ini bermula dari gugatan Mimi Jamilah terhadap tanah-tanah milik warga di PN Bekasi pada tahun 1996. Tiga tahun setelahnya, Mimi memenangkan gugatannya dengan keputusan inkrah di Mahkamah Agung. Namun, Bari mempertanyakan keputusan tersebut, mengingat pengosongan lahan tidak termasuk dalam perintah pengadilan.
Bari juga menjelaskan bahwa Abdul Hamid tidak pernah memegang SHM tanah itu karena tidak dibalik nama. Tanah tersebut sebelumnya dibeli oleh Abdul Hamid pada tahun 1976 dari Djuju Saribanon Dolly, namun transaksi itu tidak pernah dibalik nama. Abdul kemudian menjualnya ke Kayat, yang selanjutnya membalikkan nama dan mengalihkan tanah tersebut menjadi beberapa bidang, termasuk tanah yang menjadi lokasi Cluster Setia Mekar 2.
Bari menegaskan bahwa meskipun putusan pengadilan memutuskan siapa pemilik sah tanah tersebut, sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak bisa dibatalkan melalui peradilan perdata. "Yang bisa membatalkan sertifikat itu hanyalah PTUN atau Kementerian ATR-BPN, bukan peradilan perdata," ujarnya.
Sementara itu, pihak PN Cikarang menegaskan bahwa eksekusi pengosongan lahan di Setiamekar sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. Humas PN Cikarang Kelas II, Isnanda Nasution, menyatakan bahwa eksekusi dilakukan berdasarkan delegasi dari Pengadilan Negeri Bekasi dengan putusan awal nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997. "Proses persidangan awalnya PN Bekasi, karena sudah berpisah jadi yang melaksanakan di sini namanya eksekusi delegasi," ujarnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok