Repelita Jakarta - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus meminta KPK segera memanggil mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, pemilik PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan, mantan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Nono Sampono, Freddy Numberi, serta pihak-pihak lain terkait dengan polemik penerbitan 263 SHGB dan 17 SHM di PIK II, Tangerang, Banten.
Menurut Petrus, pemanggilan dan keterangan mereka penting untuk memastikan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam penerbitan ratusan sertifikat tersebut. “KPK perlu memanggil Jokowi, Aguan, Hadi Tjahjanto, Nono Sampono, Freddy Numberi, dan lainnya untuk didengar keterangannya guna memastikan apakah telah terjadi tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme serta siapa saja pelakunya,” ujar Petrus.
Petrus menjelaskan bahwa terdapat 263 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan 17 sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan di wilayah pesisir laut PIK II, Tangerang, Banten. Dari jumlah tersebut, 234 bidang dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan 20 bidang lainnya dimiliki oleh PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS). Kedua perusahaan tersebut berafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group (PT ASG).
Petrus menyoroti keanehan penerbitan sertifikat tersebut karena dilakukan di atas wilayah laut yang secara peraturan perundang-undangan dilarang. “Penerbitan sertifikat hak atas tanah di atas wilayah laut merupakan perbuatan yang dilarang UU bahkan UUD NRI 1945, seperti dimaksud dalam Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 tanggal 16 Juni 2011 yang mencabut beberapa pasal dari UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” kata Petrus.
Menurut Petrus, penerbitan sertifikat tersebut cacat formil dan materiil. Oleh karena itu, langkah Menteri ATR/BPN yang mulai mencabut sebagian SHGB dan SHM serta mencopot Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dan staf petugas lapangan dianggap sudah tepat.
“PT IAM dan PT CIS sangat diuntungkan dengan penerbitan 263 SHGB dan 17 SHM pada tahun 2023. Pasalnya, kedua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group milik Aguan memiliki hak prioritas untuk merekonstruksi dan mereklamasi wilayah laut atas alasan tanah musnah,” tegas Petrus.
Ia juga menambahkan bahwa keuntungan kedua perusahaan tersebut masih ada kaitannya dengan kebijakan Jokowi yang dikemas melalui UU dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Beberapa kebijakan tersebut meliputi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, serta PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Selain itu, Petrus menyebut Permen ATR/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2024 yang memberi hak prioritas kepada bekas pemegang hak atas tanah untuk merekonstruksi dan mereklamasi tanah musnah. “Dari peraturan perundang-undangan tersebut, saya menduga terdapat korelasi kepentingan pengusaha dan penguasa. Ada konspirasi dan kolaborasi yang diduga terjadi antara Presiden Jokowi ketika itu dengan Aguan atau PT ASG untuk menguasai secara melawan hukum kekayaan negara berupa wilayah pesisir laut yang strategis,” ungkap Petrus.
Petrus menilai kebijakan-kebijakan tersebut diduga membunuh eksistensi masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional, dan masyarakat lokal dengan memberi hak prioritas kepada pemegang hak atas tanah di laut. Oleh sebab itu, ia menilai perlu adanya penyelidikan dan penuntutan dugaan tindak pidana korupsi terkait penguasaan wilayah laut tersebut.
“Ini modus kejahatan KKN yang diberi payung hukum dengan UU, PP, dan Permen ATR/Kepala BPN,” imbuh Petrus. Ia pun menegaskan bahwa langkah KPK untuk memeriksa Jokowi, Aguan, Hadi Tjahjanto, Nono Sampono, Freddy Numberi, dan lainnya sangat relevan.
Menurut Petrus, langkah tersebut penting karena wilayah pesisir laut merupakan kekayaan negara yang sangat protektif terhadap masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional, dan masyarakat lokal. “Kami kembali meminta KPK memeriksa Jokowi, Aguan, Hadi Tjahjanto, Nono Sampono, Freddy Numberi, dan lainnya agar dugaan tindak pidana dalam polemik penerbitan ratusan sertifikat bisa menjadi terang,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok