Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP), Japto Soejosoemarno, terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Penggeledahan tersebut dilakukan di rumah Japto yang terletak di Jalan Benda Ujung No.8, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. "Benar ada kegiatan penggeledahan terkait perkara dengan tersangka RW (Kutai Kartanegara) yaitu penggeledahan di rumah saudara JS di Jalan Benda Ujung No.8, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan," ujar Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui video kepada wartawan, Rabu (5/2/2025).
Penyidik KPK melakukan penggeledahan pada Selasa (4/2/2024) mulai pukul 17.00 WIB hingga 23.00 WIB dan berhasil menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus gratifikasi Rita Widyasari. Barang bukti yang disita meliputi 11 mobil, uang rupiah dan valuta asing (valas), dokumen, serta barang bukti elektronik lainnya.
Pada hari yang sama, KPK juga menggeledah rumah Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali yang terkait dengan perkara yang sama. Dari penggeledahan tersebut, penyidik turut menyita dokumen, bukti elektronik, uang rupiah dan valas, tas, serta jam tangan.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika mengungkapkan bahwa penggeledahan rumah Japto dilakukan dalam rangka penyidikan kasus gratifikasi yang melibatkan Rita Widyasari. Namun, Tessa menyebutkan bahwa peran Japto dalam kasus tersebut masih dalam proses pendalaman.
"Belum bisa diungkap saat ini," ujar Tessa.
KPK sebelumnya telah menetapkan Rita Widyasari sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Rita diduga menerima gratifikasi untuk setiap produksi batu bara per metrik ton dari beberapa perusahaan. KPK juga menyelidiki dugaan pencucian uang atas hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Rita.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Rita diduga menerima gratifikasi sekitar US$3,3 hingga US$5 per metrik ton produksi batu bara. Meski jumlahnya terlihat kecil, jika dikalikan dengan jumlah produksi yang besar selama bertahun-tahun, jumlahnya menjadi signifikan.
"Jumlahnya kecil sih, jatahnya per metrik ton antara US$3,3 sampai US$5. Ini kan kalau US$5 dikalikan Rp15.000 [kurs rupiah per dolar], cuma Rp75.000. Tapi kan dikalikan metrik ton, ribuan bahkan jutaan bertahun-tahun sampai habis kegiatan pertambangan itu," jelas Asep. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok