Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads


Pembukaan Perbatasan Rafah Dipercepat, Warga Mesir Protes Rencana Pemindahan Paksa Palestina

 DEMO BESAR - Sejumlah dari ribuan warga Mesir yang berunjuk rasa di perbatasan Rafah, di Sinai Utara yang berbatasan dengan Gaza Selatan, Jumat (31/1/2025). Mereka berdemo menentang seruan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menyerukan perpindahan warga Gaza yang terusir agresi militer Israel ke wilayah Mesir.

Repelita, Jakarta - Otoritas Penyiaran Israel, KAN, mengutip sumber-sumber Palestina, melaporkan bahwa perbatasan Rafah akan dibuka Sabtu (1/2/2025) bukan pada Minggu seperti yang awalnya direncanakan berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.

Kantor berita berbahasa Ibrani, Yedioth Ahronoth, mengutip seorang pejabat Uni Eropa, mengatakan bahwa Israel telah menanyakan tentang perkembangan proses pengerahan misi pasukan keamanan Eropa untuk membantu mengelola perlintasan perbatasan Rafah sebagai bagian dari upaya untuk membukanya kembali selama fase pertama gencatan senjata Gaza.

Menurut pejabat tersebut, pasukan Eropa akan memainkan peran kunci dalam menstabilkan gencatan senjata. Peran pasukan Eropa ini berfokus pada rencana pembukaan kembali penyeberangan untuk memungkinkan warga sipil Palestina pergi ke luar Gaza, dengan memprioritaskan yang terluka, anak-anak, dan pasien yang membutuhkan perawatan medis di luar negeri.

Pejabat itu menambahkan bahwa petugas perbatasan Otoritas Palestina akan mengelola penyeberangan tersebut. "Sementara militer Israel akan tetap ditempatkan di sekitarnya untuk menjamin keamanan," kata laporan RNTV.

Laporan itu juga mencatat bahwa Uni Eropa berencana untuk mengerahkan hingga 100 petugas perbatasan sebagai bagian dari pengaturan keamanan baru, yang menggarisbawahi dukungan Eropa terhadap gencatan senjata dan kerja sama antara Tel Aviv dan Otoritas Palestina.

Sehari menjelang pembukaan perbatasan tersebut, ribuan warga Mesir dilaporkan berkumpul di perbatasan Rafah di Sinai Utara, Jumat (31/1/2025). Ribuan warga Mesir itu datang untuk memprotes rencana pengusiran paksa warga Palestina.

Gerakan tersebut dimulai pada dini hari saat massa dalam jumlah besar dari berbagai provinsi, termasuk Qalyubia dan Ismailia, menuju Rafah. Mereka bergabung dalam perlawanan kolektif terhadap pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai rencana pemindahan paksa warga Palestina ke Mesir.

Menurut laporan Youm7, unjuk rasa ini merupakan penolakan yang jelas terhadap segala upaya untuk menempatkan warga Palestina di Mesir sebagai bagian dari rencana yang diduga untuk menyelesaikan agresi Israel. Peserta demonstrasi besar ini terdiri dari anggota partai politik, kelompok masyarakat sipil, dan aktivis masyarakat, serta anggota badan legislatif Mesir.

"Para demonstran menegaskan kembali dukungan mereka yang teguh terhadap penentuan nasib sendiri Palestina dan mengecam solusi apa pun yang melibatkan pemindahan penduduk," kata laporan tersebut. Mereka menekankan bahwa satu-satunya solusi yang layak adalah solusi dua negara, sesuai resolusi internasional, yang menjamin pengembalian tanah Palestina berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967.

Aksi unjuk rasa tersebut juga mendapat dukungan luas dari para anggota parlemen, yang bergabung dengan massa untuk menyatakan penolakan mereka terhadap usulan tersebut. "Dukungan publik mencerminkan konsensus nasional yang menolak segala bentuk penyelesaian yang akan merugikan perjuangan Palestina," tulis laporan tersebut.

Seruan Trump ini, dilaporkan sudah ditolak secara tegas oleh pemerintah Yordania dan Mesir.

Sebelumnya, Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas, mengapresiasi sikap Yordania dan Mesir yang berani menolak permintaan Amerika Serikat terkait pengungsi Gaza yang terusir akibat agresi militer Israel. Hamas menyatakan bahwa Mesir dan Yordania menolak menggusur warga Palestina atau mendorong pemindahan mereka dari tanah mereka, setelah perjanjian gencatan senjata yang berlangsung selama lebih dari 15 bulan.

Juru bicara Hamas Hazem Qassem menyebut usulan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir sebagai hal provokatif dan berbahaya. Qassem menyebutnya sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel. "Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel," katanya.

Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri juga mengomentari usulan tersebut, dengan mengatakan, "Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka." Ia menambahkan, "Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza."

Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi. Safadi menegaskan kembali sikap Yordania mengenai perjuangan Palestina dengan mengatakan, "Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina."

Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, "Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza." Safadi menambahkan bahwa Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.

"Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan," tegasnya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Bottom Post Ads

Copyright © 2024 - Repelita.id | All Right Reserved