Repelita Bekasi - Asmawati tidak kuasa menahan tangis saat rumahnya dieksekusi oleh pihak pengadilan meski ia memiliki sertifikat hak milik. Wanita berusia 65 tahun ini hanya bisa terpaku menyaksikan rumah yang sudah ditempati selama 30 tahun dirobohkan oleh tim eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II, Kamis.
Asmawati mengungkapkan kekecewaannya karena lahan rumah tersebut tidak berstatus sengketa. "Tanah saya tidak dalam keadaan sengketa, lengkap semua suratnya, saya juga pensiunan dari pemerintah," tuturnya sambil terisak.
Ia menjelaskan bahwa tanah seluas 220 meter persegi yang kini dieksekusi itu dibeli pada tahun 1980 dari seorang penjual bernama Unat, ketika dirinya masih bertugas sebagai bidan di Puskesmas Aren Jaya, Kota Bekasi.
Aksi eksekusi ini tidak hanya menyasar Asmawati, tetapi juga memicu penolakan dari ratusan penghuni Cluster Setia Mekar di Jalan Bumi Sani, Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan. Warga dengan tegas menolak eksekusi karena mengaku telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Kami membeli unit rumah di situ ada alasannya, karena sudah ada sertifikat," kata Bari, salah satu penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2.
Bari menjelaskan bahwa sebagian warga yang belum memiliki SHM tengah melakukan pembayaran melalui sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bank. Bahkan sebelum membeli rumah, warga telah memastikan status tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan tidak menemukan adanya sengketa atau blokir.
Namun, pada Rabu warga dikejutkan dengan informasi rencana eksekusi yang disampaikan oleh Ketua RT. Aksi eksekusi itu pun benar terjadi pada Kamis.
"Kami tidak pernah dilibatkan dalam persidangan atau dimintai keterangan, tiba-tiba langsung ada eksekusi," ujar Bari.
Setelah mendapat informasi mengenai permohonan eksekusi, pemohon yang bernama Nyi Mimi Jamilah mengadakan mediasi dengan para warga. Dalam mediasi tersebut, warga diminta membayar Rp4 juta per meter sebagai bentuk pembayaran kepada pihak pemohon.
"Kami tidak pernah bertarung di persidangan, tiba-tiba diminta bayar Rp4 juta per meter," ungkap Bari.
Meski warga telah melayangkan gugatan keberatan di PN Cikarang, eksekusi tetap dilakukan sebelum sidang dijadwalkan pada Senin mendatang.
Humas PN Cikarang Isnanda Nasution menegaskan bahwa proses eksekusi ini merupakan delegasi dari PN Bekasi dengan putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS yang dikeluarkan pada 25 Maret 1997.
"Sudah tidak bisa lagi digugat karena ini sudah keputusan Mahkamah Agung," ujar Isnanda.
Ia menambahkan bahwa eksekusi dilakukan untuk memberikan kepastian hukum setelah perkara yang berlangsung sejak 1996 tersebut belum terselesaikan hingga kini.
"Kami anggap mereka keluarga kami, kasihan juga kalau tidak ada kepastian hukum," pungkas Isnanda.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok