Repelita, Jakarta - Dugaan keterlibatan sindikat tambang emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat, semakin menguat, dengan melibatkan dua perusahaan besar, PT Bukit Belawan Tujuh (BBT) dan PT Sultan Rafli Mandiri (SRM). Kasus ini menimbulkan sorotan tajam terhadap penegakan hukum dan dugaan adanya keterlibatan oknum aparat yang melindungi praktik ilegal tersebut.
Menurut sumber, Yu Hao, seorang warga negara China yang merupakan karyawan PT SRM, telah menjadi korban dalam perseteruan ini. Meskipun terlibat dalam kegiatan ilegal, Yu Hao justru menjadi kambing hitam dalam perkara ini, dengan tuduhan yang diputarbalikkan, seolah-olah dia adalah pemilik tambang emas. Bahkan, selama sebulan Yu Hao disekap dan dipukuli oleh pemilik tambang lainnya, dengan laporan polisi yang tidak diindahkan.
Dalam kasus ini, PT BBT, yang telah lama tidak berproduksi, malah berhasil mendapatkan kelanjutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang menimbulkan pertanyaan besar mengenai adanya komplotan yang kuat di baliknya. "Barang bukti emas juga mana itu siapa yang angkut, dua tahun tidak produksi PT Bukit Belawan Tujuh malah menang dan IUP-nya lanjut, aneh ini kalau bukan komplotan kuat," ujar sumber yang tidak ingin disebutkan namanya.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik setelah keputusan Pengadilan Tinggi Pontianak yang membebaskan Yu Hao dari segala tuduhan, meskipun sebelumnya Pengadilan Negeri Ketapang telah menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar. Keputusan ini memunculkan banyak pertanyaan terkait transparansi penegakan hukum terhadap praktik pertambangan ilegal di Indonesia.
Anggota Komisi XII DPR RI, Yulian Gunhar, mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil tindakan dalam kasus ini. Menurutnya, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan transparan, terutama dalam mengusut keterlibatan oknum aparat yang melindungi praktik ilegal tersebut. Ia juga menegaskan pentingnya tindakan tegas terhadap tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
"Jika ada aparat yang terbukti menjadi backing, mereka harus ditindak tegas. KPK harus bertindak untuk menyelidiki aliran dana dan jaringan sindikat di balik tambang ilegal ini," ujar Gunhar.
Selain itu, Gunhar juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera melakukan langkah konkret dalam menanggulangi tambang emas ilegal. Salah satunya dengan penyegelan lokasi tambang ilegal guna mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Dampak buruk dari praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kalimantan Barat sangat jelas, mulai dari kerusakan lingkungan hingga kerugian negara yang mencapai Rp1,02 triliun, berdasarkan estimasi Kementerian ESDM. Oleh karena itu, Gunhar menekankan pentingnya upaya serius untuk memberantas sindikat tambang ilegal dan memastikan sumber daya alam Indonesia dikelola dengan benar.
Publik kini menunggu tindakan tegas dari aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung dan KPK, untuk menyelesaikan kasus ini hingga ke akar-akarnya dan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan dan negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok