Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads


Amerika Diprediksi Tak Lagi Superpower pada 2030, China Melesat Jadi Kekuatan Baru

 Laporan Intelijen: Negara ini Mampu Hancurkan Pertahanan AS dan Unggul dalam AI pada 2030

Repelita Jakarta - Sebuah laporan intelijen menyebutkan bahwa Amerika tak lagi menjadi super power pada 2030. Keterangan lain di dalamnya juga menjelaskan bahwa militer China mampu menyerang langsung Amerika dan merusak pertahanan dunia maya Paman Sam. China juga akan menjadi unggul dalam hal kecerdasan buatan di masa yang akan datang.

Hal tersebut menandakan akan ada pergeseran poros kekuatan militer dan teknologi dunia. Perubahan ini terjadi seiring dengan semakin tumbuhnya kekuatan ekonomi dan pertahanan China. Negara tersebut kini menjadi tandingan Amerika dalam berbagai sektor, mulai dari ekonomi, teknologi, hingga militer. Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, China melesat menjadi kekuatan baru dunia yang unggul dalam pertahanan militer, teknologi, dan ekonomi.

Laporan yang dikeluarkan oleh CIA mengungkapkan bahwa China tetap menjadi ancaman terbesar bagi Amerika Serikat, baik secara militer maupun dalam dunia maya. Laporan tersebut, yang merupakan penilaian ancaman tahunan, menunjukkan bahwa China memiliki kemampuan untuk menargetkan Amerika Serikat melalui senjata konvensional dan serangan siber canggih yang menargetkan infrastruktur strategis, termasuk aset luar angkasa Amerika.

Selain itu, laporan tersebut menyatakan bahwa China bercita-cita untuk menggantikan Amerika Serikat dari posisi teratas dalam kecerdasan buatan pada tahun 2030. China telah berinvestasi besar dalam bidang ini, dengan harapan mampu mendominasi teknologi yang menjadi kunci bagi kekuatan global di masa depan.

Laporan Komunitas Intelijen AS juga menyebutkan bahwa Rusia, bersama dengan Iran, Korea Utara, dan China, berusaha menantang Amerika Serikat melalui kampanye strategis untuk mencapai keunggulan militer. Perang Rusia di Ukraina dinilai telah memberikan pelajaran berharga bagi Moskow dalam menghadapi senjata dan intelijen Barat dalam perang skala besar.

Selain itu, laporan tersebut memperingatkan bahwa kelanjutan konflik di Ukraina dapat memperpanjang risiko strategis bagi Amerika Serikat. Konflik ini berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik, meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir, serta memperburuk ketidakamanan di antara negara-negara NATO, khususnya di Eropa Tengah, Timur, dan Utara.

Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa negara tersebut terbuka bagi lebih banyak anggota parlemen dan warga Amerika Serikat untuk datang ke China. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing mengatakan bahwa China menyambut lebih banyak kunjungan agar dapat dipahami secara lebih objektif.

Pernyataan itu disampaikan usai pertemuan Perdana Menteri China, Li Qiang, dengan Senator Partai Republik Amerika Serikat, Steve Daines, yang juga merupakan pendukung Donald Trump. Daines berada di Beijing untuk menghadiri Forum Pembangunan China 2025.

PM Li Qiang menegaskan bahwa sejarah telah membuktikan bahwa China dan AS sama-sama memperoleh keuntungan dari kerja sama, namun mengalami kerugian jika terjadi konfrontasi. Oleh karena itu, kedua pihak harus memilih dialog dibanding konfrontasi serta kerja sama yang saling menguntungkan dibandingkan pertikaian.

Hubungan AS-China kembali menghangat, terutama terkait tarif impor setelah Trump menerapkan tarif sebesar 10 persen untuk hampir semua produk impor dari China sejak awal Februari dan meningkatkannya menjadi 20 persen pada Maret 2025. Trump menyatakan bahwa langkah tersebut bertujuan menekan China agar mengurangi distribusi fentanil ke AS.

Sebagai balasan, China mengenakan tarif terhadap produk pertanian asal AS, termasuk tarif 15 persen untuk ayam, gandum, dan jagung, serta 10 persen untuk kacang kedelai, daging babi, daging sapi, dan buah-buahan. Trump juga menaikkan tarif 25 persen terhadap semua impor baja dan aluminium ke AS, termasuk yang berasal dari China.

Di sisi lain, China membantah laporan yang menyebut negara tersebut mempertimbangkan untuk bergabung dalam pasukan penjaga perdamaian di Ukraina. Guo Jiakun menegaskan bahwa sikap China terhadap krisis di Ukraina tetap konsisten dan tidak berubah.

Sebelumnya, salah satu media Jerman mengutip sumber diplomatik Uni Eropa yang menyatakan bahwa China sedang mempertimbangkan partisipasinya dalam pasukan penjaga perdamaian di Ukraina. Namun, China menepis klaim tersebut dan menyatakan bahwa mereka tetap berpegang pada prinsip non-intervensi dalam konflik tersebut.(*).

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Bottom Post Ads

Copyright © 2024 - Repelita.id | All Right Reserved