Repelita Jakarta – Kasus teror pengiriman kepala babi dan enam kepala tikus ke kantor redaksi Tempo hingga kini belum menemui titik terang. Dikhawatirkan, insiden yang terjadi pada Rabu (19/3/2025) dan Sabtu (22/3/2025) itu akan berakhir sebagai misteri yang tak terpecahkan, memperpanjang daftar kekerasan terhadap pers di Indonesia.
Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, pemerhati telematika dan media, menyoroti lambannya penyelidikan kasus ini. "Jangan sampai teror terhadap media kembali menjadi unsolved mystery. Jika dibiarkan, ini akan memperburuk iklim kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia," ujarnya.
Menurut catatan Roy Suryo, Tempo bukan kali pertama mengalami teror. Sebelumnya, pada 2010, kantor Tempo pernah dilempari bom molotov. Kemudian, pada 2024, terjadi pemecahan kaca mobil jurnalis Hussein Abri Dongoran (HAD) di Depok. Terakhir, pada Maret 2025, sejumlah jurnalis Tempo mengalami doxing sebelum insiden pengiriman kepala hewan tersebut.
Data Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) mencatat, sepanjang 2023 terdapat 89 kasus kekerasan terhadap media, dengan 24 di antaranya tak terungkap pelakunya. "Jika kasus teror nDhas babi dan tikus ini tidak segera diusut, daftar hitam kekerasan terhadap pers akan semakin panjang," tegas Roy Suryo.
Respons sejumlah pejabat justru dinilai memperkeruh suasana. Komentar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi yang menyebut kepala babi tersebut "dimasak saja" menuai kritik. Begitu pula pernyataan Muhammad Rahul dari Fraksi Gerindra yang menuding Tempo melakukan playing victim.
Netizen pun ramai menyoroti lambannya penanganan kasus ini. "Ini ujian buat Kapolri. Jangan sampai teror terhadap pers dibiarkan," tulis @JurnalisBebas. Sementara @HukumUntukRakyat menambahkan, "Jika tidak diusut tuntas, ini bukti Indonesia makin gelap."
Roy Suryo menegaskan, penyelesaian kasus ini penting untuk mencegah teror serupa di masa depan. "Jangan sampai ada lagi unsolved mystery dalam kekerasan terhadap pers. Negara harus hadir melindungi kebebasan berekspresi," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok