Repelita Jakarta - Kurang dari sepekan menuju acara Halal bil Halal Istimewa yang dijadwalkan berlangsung di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa, 8 April 2025, publik kembali dihebohkan oleh temuan-temuan terbaru terkait dugaan skripsi dan ijazah palsu milik bekas Presiden RI yang belakangan dijuluki sebagai finalis OCCRP.
Salah satu temuan mencolok adalah dugaan skripsi yang disebut abal-abal karena menggunakan font Times New Roman, padahal skripsi itu diklaim berasal dari tahun 1985, sementara jenis font tersebut baru dikenal luas beberapa tahun setelahnya. Analisis awal ini telah dipaparkan oleh Roy Suryo sejak tahun 2020 dan diperkuat oleh klaim lanjutan dari Dr. Eng. Rismon Hasiholan Sianipar serta analisis dari Dr. Tifauzia Tiasumma.
Tak hanya skripsi, keaslian ijazah bekas presiden tersebut juga kembali dipersoalkan setelah beberapa pendukungnya, yang disebut Roy sebagai buzzer partai penyebar ijazah, justru menyebarluaskan sebuah foto ijazah yang diklaim asli. Alih-alih meredam isu, tindakan itu malah membuka ruang analisis baru karena untuk pertama kalinya publik bisa menelaah foto yang disebut sebagai "ijazah asli".
Ulah dua tokoh partai yang gagal melenggang ke parlemen, yakni Dian Sandi Utama dan Deddy Nur Palaka, dalam menyebarkan foto ijazah itu justru menjadi blunder yang berbalik menyerang. Menurut Roy Suryo, tindakan mereka itu bisa dimaknai sebagai upaya cari muka untuk meraih posisi strategis, seperti jabatan komisaris BUMN atau jabatan politik lainnya.
Dalam foto ijazah yang disebar, Roy menyebutkan bahwa pasfoto yang terlampir bukanlah wajah bekas presiden. Ia dan sejumlah analis netizen menyebut wajah dalam foto itu identik dengan sosok DBU atau Dumatno Budi Utomo, yang dikenal sebagai kerabat dekat mantan presiden.
DBU disebut-sebut pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jateng IX melalui salah satu partai politik pada Pemilu 2019, meski gagal. Ia juga dikenal sebagai Direktur Utama PT Bara Toba Energy dan Ketua organisasi “Kita Satu”.
Pemeriksaan wajah dilakukan melalui berbagai metode canggih, mulai dari teknik pengenalan wajah seperti BRISK, ORB, FAST, AGAST, AKAZE hingga SIFT. Tak hanya itu, pengujian lebih lanjut menggunakan teknologi AI mutakhir seperti VGG-Face, FaceNet, ArcFace hingga SFace turut dilakukan untuk memverifikasi kemiripan antara foto ijazah dengan foto-foto DBU yang tersedia di internet.
Roy menyatakan bahwa hasil face recognition dengan semua metode tersebut menunjukkan tingkat kecocokan di atas 80 persen. Ini menjadi dasar kuat untuk menyimpulkan bahwa pasfoto dalam ijazah itu bukan bekas presiden, melainkan DBU.
“Jadi misteri terjawab sudah. Ini bukan soal hoaks atau bukan, tapi teknologi yang bicara. Sekarang masyarakat bisa menilai sendiri. Sudah 99,9 persen bukan foto JkW. Kita hanya tinggal menunggu bagaimana reaksi pihak kampus dan aparat hukum,” ujar Roy.
Sementara itu, warganet turut menyampaikan reaksi keras mereka atas perkembangan ini. Seorang netizen menulis, “Kalau memang itu bukan JkW, berarti sudah jelas pemalsuan dokumen, harus ada proses hukum.” Netizen lain menambahkan, “Pasfoto beda, nama beda, data beda, kok bisa lolos nyalon presiden dua kali? Kacau.”
Roy menutup analisanya dengan pernyataan bahwa teknologi tidak akan pernah bohong, meskipun tidak sempurna. Ia menegaskan bahwa masyarakat punya hak untuk terus menuntut keadilan, termasuk melalui tagar #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa yang terus menggema di media sosial.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok