Repelita Surakarta - Pengadilan Negeri (PN) Surakarta telah menjadwalkan sidang perdana gugatan perbuatan melawan hukum terhadap mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), KPU Kota Surakarta, SMAN 6 Surakarta, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Kamis, 24 April 2025. Sidang ini akan berlangsung di Ruang Kusuma Admaja pada pukul 10.00 WIB.
Gugatan tersebut diajukan oleh Muhammad Taufiq dengan nomor perkara 99/Pdt.G/2025/PN Skt. Menurut Humas PN Surakarta, Bambang Ariyanto, majelis hakim yang ditunjuk untuk menangani kasus ini adalah Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi, serta Hakim Anggota Sutikna dan Wahyuni Prasetyaningsih.
"Perkara no: 99/Pdt.G/2025/PN Skt diterima pada 14 April 2025," ujar Bambang.
Gugatan ini berkaitan dengan dugaan ketidaksesuaian data pada ijazah Jokowi. Pihak penggugat, yang merupakan Advokat dan Konsultan Hukum dari Tim Pengacara Tolak Ijazah Palsu Usaha Gapunya Malu (TIPU UGM), menilai terdapat ketidaksinkronan data pada ijazah Jokowi. Salah satunya adalah klaim Jokowi yang menyatakan dirinya lulusan SMA Negeri 6 Surakarta, padahal sekolah tersebut baru berganti nama pada 1985, setelah Jokowi lulus.
TIPU UGM juga meragukan keaslian ijazah sarjana Jokowi dari UGM, mengingat jurusan Teknologi Kayu yang disebutkan dalam ijazah tersebut tidak pernah ada di Fakultas Kehutanan UGM sejak pendiriannya.
Menanggapi tuduhan ini, Yakup Hasibuan, kuasa hukum Jokowi, menegaskan bahwa tuduhan mengenai ijazah palsu tersebut tidak berdasar dan sangat menyesatkan. "Kami sampaikan dengan tegas tuduhan-tuduhan mengenai ijazah palsu Bapak Joko Widodo adalah tidak benar," ujar Yakup di Jakarta.
Menurut Yakup, sesuai asas hukum, pihak yang menuduh memiliki kewajiban untuk membuktikan tuduhannya. Ia juga menegaskan bahwa tim kuasa hukum Jokowi hanya akan menunjukkan ijazah asli jika diminta melalui prosedur hukum yang sah.
Sementara itu, pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) juga memberikan klarifikasi terkait isu ini. Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyesalkan pernyataan Rismon Hasiholan Sianipar, mantan dosen Universitas Mataram, yang meragukan keaslian ijazah Jokowi berdasarkan penggunaan font Times New Roman pada lembar pengesahan skripsi.
“Kami sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat,” kata Sigit, menambahkan bahwa font serupa dengan Times New Roman sudah digunakan di percetakan sekitar kampus pada era tersebut.
Sigit juga menjelaskan bahwa meskipun sampul dan lembar pengesahan skripsi dicetak di percetakan, isi skripsi Jokowi yang terdiri dari 91 halaman masih menggunakan mesin ketik, yang merupakan praktik umum pada saat itu.
“Banyak skripsi mahasiswa yang menggunakan sampul dan lembar pengesahan dengan mesin percetakan,” tambahnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok