Repelita Jakarta - Isu mengenai ijazah mantan Presiden Jokowi kembali memanas setelah pernyataan mengejutkan datang dari kalangan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, seorang guru besar hukum pidana di UGM, menyatakan bahwa dokumen ijazah Jokowi pernah ada, namun kini tidak lagi berada dalam arsip resmi kampus. Ia bahkan mengklaim bahwa dokumen tersebut telah dibuat ulang.
Pernyataan ini langsung menuai respons kritis dari berbagai pihak, termasuk ahli hukum dan aktivis masyarakat sipil. Salah satunya adalah Damai Hari Lubis, seorang pengamat hukum pidana, yang menilai bahwa narasi seperti ini berbahaya.
“Pernyataan seperti itu bukan klarifikasi, tapi justru bentuk pembelokan substansi,” ujar Damai.
Ia mempertanyakan keabsahan pernyataan tersebut dari perspektif hukum.
“Dalam hukum pidana, dokumen resmi tidak bisa sekadar ‘diganti’ tanpa prosedur. Jika memang hilang, mana bukti laporannya? Mana berita acara kehilangan atau verifikasi forensik atas dokumen pengganti itu?” lanjut Damai.
Menurut Damai, pernyataan Markus dapat mengacaukan logika hukum masyarakat, seolah-olah segala sesuatu dapat dijustifikasi lewat tafsir pribadi guru besar, bukan melalui mekanisme ilmiah dan hukum yang ketat.
Damai juga mengingatkan bahwa UGM sebagai institusi pendidikan harus memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Opini semacam ini justru memberi kesan bahwa kampus tunduk pada kuasa, bukan pada nurani akademik,” tambah Damai.
Kelompok masyarakat sipil, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), juga menyoroti klaim hilangnya ijazah Jokowi. Mereka mempertanyakan, jika dokumen tersebut hilang, mengapa tidak ada laporan yang jelas atau keterlibatan pusat studi forensik digital UGM untuk memverifikasi data tersebut.
“Kalau memang hilang, mana arsip pembanding dari UGM? Kenapa tak ada pelibatan pusat studi forensik digital UGM untuk menelaah data digital yang sudah dipaparkan oleh pakar seperti Roy Suryo dan Rismon Sianipar?” ujar salah satu aktivis TPUA.
Sebelumnya, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahean, juga mengkritik polemik ini. Menurutnya, isu ini bisa diselesaikan dengan mudah jika disikapi secara terbuka.
“Polemik soal ijazah Jokowi ini kan sebetulnya hal mudah diselesaikan. Mengapa ini berlarut-larut, bertahun-tahun tidak tuntas?” ujar Ferdinand.
Ferdinand menegaskan bahwa apa yang dilakukan Rismon Sianipar, mantan dosen Universitas Mataram yang menantang UGM mengungkap data Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi, adalah bagian dari upaya mencari kebenaran.
Jika Jokowi menggunakan gelar yang tidak sesuai dengan ijazahnya, menurut Ferdinand, itu dapat dipertanyakan dari segi hukum pidana.
“Karena kalau penggunaan gelar tidak sesuai dengan ijazah, kan itu pidana sebetulnya. Kalau memang dia tidak insinyur tapi menggunakan insinyur, itu pidana,” tegasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok