Repelita Samarinda - Kawasan hutan pendidikan milik Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman kembali dirambah.
Sejak 4 April 2025, lima alat berat milik perusahaan tambang diduga telah memasuki area Hutan Pendidikan dan melakukan aktivitas penambangan.
Aktivitas ini terjadi saat sebagian besar civitas akademika sedang mudik Lebaran.
Meskipun dalam suasana libur, mahasiswa tetap melakukan pemantauan di lokasi.
Dosen Fakultas Kehutanan Unmul, Rustam, menegaskan bahwa penambangan ini bukanlah kejadian pertama.
"Sejak awal tahun lalu, pelaku yang sama sudah membuka lahan di IUP-nya. Tapi memang IUP itu berbatasan langsung dengan kawasan hutan kami," kata Rustam.
Rustam menjelaskan bahwa akibat aktivitas penambangan sebelumnya, hutan Unmul sempat mengalami longsor karena batas hutan hanya berupa pagar gantung.
Pihak Unmul telah bersurat ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak Agustus 2024 untuk meminta perlindungan dan tindakan hukum, namun hingga saat ini tidak ada respons dari pihak terkait.
"Surat kami tidak dibalas. Kami tetap menjaga kawasan dengan membuat portal agar mereka tidak masuk. Karena biasanya tambang itu hit and run, gali, ambil, lalu lari," ujar Rustam.
Kini, ancaman terhadap kawasan hutan pendidikan tersebut kembali muncul.
Dalam dua hari, pada 4 dan 5 April, lima ekskavator terlihat beroperasi di dalam kawasan Hutan Pendidikan Unmul, dengan luas lahan yang dirambah mencapai 3,26 hektar.
Rustam menyebut bahwa area tersebut merupakan hutan sekunder tua yang masih dalam kondisi baik.
Perusahaan yang diduga terlibat dalam aktivitas tersebut adalah Koperasi Putra Mahakam Mandiri.
Hari ini, perwakilan dari Gakkum KLHK, Dinas Kehutanan Kaltim, dan Dinas ESDM Kaltim akhirnya datang ke lokasi.
Namun, Rustam menegaskan bahwa upaya hukum belum berjalan maksimal.
"Kami harap Kementerian Kehutanan serius memperhatikan KHDTK kami. Kawasan ini bukan sekadar hutan biasa, tapi ruang belajar ribuan mahasiswa setiap tahun sejak 1974. Ini penting untuk masa depan pendidikan kehutanan dan perlindungan lingkungan," ucapnya.
Mengenai masalah ganti rugi, Rustam menyebutkan bahwa pihaknya belum membahas hal tersebut.
"Tentu akan ada. Tapi yang utama sekarang adalah penegakan hukum karena ini jelas pelanggaran pidana," tegasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok