Repelita Jakarta – Desakan untuk mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dari jabatannya mencuat setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengusulkan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia segera mengambil langkah tersebut.
Wacana ini menjadi perbincangan hangat, namun pengamat politik Boni Hargens menyatakan bahwa hal tersebut sulit untuk direalisasikan dalam sistem demokrasi Indonesia.
Boni menegaskan bahwa dalam sistem konstitusional Indonesia, presiden dan wakil presiden dipilih melalui pemilu yang sah dan tidak bisa begitu saja diganti di tengah jalan tanpa alasan yang jelas.
Menurutnya, upaya untuk mengganti wakil presiden tanpa dasar hukum yang kuat adalah hal yang inkonstitusional.
Boni juga menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang membolehkan pemberhentian wakil presiden kecuali ada pelanggaran hukum yang berat seperti pengkhianatan terhadap negara atau tindak pidana lainnya, yang sesuai dengan Pasal 7A UUD 1945.
Dengan demikian, pemberhentian Gibran tanpa alasan yang sah akan bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
Sementara itu, Ketua DPP Persaudaraan 98, Wahab Talaohu, yang merupakan salah satu relawan pendukung pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, menanggapi desakan tersebut dengan menekankan bahwa pasangan ini telah dipilih secara sah oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis.
Ia menegaskan bahwa desakan untuk mengganti Gibran bertentangan dengan prinsip demokrasi dan konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Meskipun desakan itu muncul, para pengamat dan relawan menilai bahwa langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan akan menciptakan ketidakstabilan dalam sistem pemerintahan yang telah dipilih oleh rakyat Indonesia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok