Repelita Jakarta – Polemik terkait keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat ke publik.
Polemik ini bermula setelah seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, mengungkapkan keraguan terhadap keaslian ijazah dan skripsi yang dimiliki oleh Presiden Jokowi.
Ia menilai ada ketidaksesuaian antara sampul skripsi Jokowi dengan standar yang berlaku pada era 1980-an hingga 1990-an.
Menurut Rismon, penggunaan font Times New Roman dalam sampul dan lembar pengesahan skripsi tersebut tidak sesuai dengan waktu tersebut.
Tuduhan tersebut kemudian memicu perdebatan hangat di media sosial dan masyarakat umum.
Sebagai respons, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengeluarkan klarifikasi.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.
Menurutnya, font Times New Roman sudah digunakan sejak lama dan bukanlah bukti bahwa dokumen tersebut palsu.
UGM juga menyesalkan adanya informasi yang dapat menyesatkan masyarakat.
Di sisi lain, Heru Subagia, Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Cirebon Raya, mengungkapkan kekecewaannya atas sikap diam Ganjar Pranowo, yang belum memberikan tanggapan terkait polemik ini.
Heru berharap Ganjar dapat memberikan klarifikasi atau setidaknya menunjukkan sikap terkait masalah ini.
Menurut Heru, sikap diam Ganjar menunjukkan ketidakpedulian terhadap masalah yang penting ini.
Meskipun klarifikasi dari UGM sudah dikeluarkan, Heru menilai polemik ini belum sepenuhnya selesai.
Ia mengajak masyarakat dan alumni UGM untuk bersikap cerdas dan rasional dalam menanggapi isu tersebut.
Heru juga berharap agar masalah ini diselesaikan dengan cara yang damai dan transparan, tanpa menyebabkan kegaduhan di masyarakat.
Isu ini juga mendapat sorotan dari berbagai pihak, yang mengharapkan transparansi lebih lanjut.
Sebagai kader PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo diharapkan dapat memberi klarifikasi untuk menjaga kepercayaan publik terhadapnya dan partai yang diwakilinya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok