Repelita, Jakarta - Muhammad Said Didu, mantan Komisaris PT Bukit Asam (PTBA), kembali menyentil proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang digagas di era Presiden Joko Widodo. Ia menyebut proyek tersebut gagal dan mengklaim telah mengingatkan pemerintah sejak tahun 2018.
"Alhamdulillah, akhirnya proyek DME yang 2018 sebagai Komisaris PTBA saya tolak karena tidak layak," kata Said Didu melalui akun X @msaid_didu (19/4/2025).
Menurutnya, sejak awal proyek ini sudah bermasalah dan penuh dugaan mark-up anggaran.
"Saya duga mark-up-nya sangat besar, sekarang terbukti," ungkapnya.
Said Didu menuturkan bahwa penolakannya terhadap proyek DME menjadi salah satu alasan dirinya dicopot dari jabatan Komisaris PTBA.
"Karena penolakan itulah jadi salah satu sebab saya diberhentikan sebagai Komisaris PTBA," ucapnya.
Ia juga menyebut proyek yang semula diklaim sebagai solusi energi nasional justru berpotensi menaikkan harga energi hingga 42 persen, sehingga membebani masyarakat.
Proyek DME yang digagas untuk mengurangi ketergantungan terhadap liquefied petroleum gas (LPG) kini kembali menuai sorotan setelah mangkrak dan gagal terealisasi sesuai target.
"Terima kasih ya Allah yang selalu melindungi hambamu," tambah Said Didu.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung sebelumnya mengatakan bahwa proyek gasifikasi batu bara menjadi DME masih akan diprioritaskan oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Jika BUMN memiliki keterbatasan, maka akan didorong pembentukan kerja sama dengan swasta.
“Ini kan prioritas kita berikan kepada BUMN. Akan tetapi, kalau BUMN itu ada keterbatasan, ya mungkin kita dorong akan ada joint venture antara BUMN dan badan usaha (swasta),” ujar Yuliot di Kementerian ESDM.
Ia menekankan pentingnya komitmen awal dari semua pihak agar kegagalan kerja sama seperti dengan Air Products & Chemicals, Inc (APCI) asal Amerika Serikat tidak terulang.
“Kalau Air Products kemarin itu agak lama karena mereka minta ada jaminan penjualan pasokan. Saat mereka minta keputusan, kita agak terlambat. Jadi, kita tidak mau kehilangan momen,” jelasnya.
Proyek ini awalnya ditargetkan dapat menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dari 6 juta ton batu bara yang digunakan.
Namun, sejak APCI menarik diri pada pertengahan 2023 dan memilih fokus ke proyek hidrogen biru di Amerika, masa depan proyek DME menjadi tidak menentu.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut proyek ini akan tetap dilanjutkan dan dibangun di Sumatra Selatan dan Kalimantan sebagai bagian dari program hilirisasi nasional.
Proyek ini akan dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan telah dibahas bersama Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas.
Meski begitu, pengamat dan publik mempertanyakan kelayakan dan manfaat proyek ini jika tetap dipaksakan tanpa dukungan investor yang kuat dan perhitungan ekonomi yang matang.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok